Negosiasi Chongqing

(Edisi Spesial HUT 100 Tahun Berdirinya Partai Komunis Tiongkok)

20-07-2022 | The Academy of Contemporary China and World Studies

Negosiasi Chongqing

Setelah memenangkan Perang Perlawanan Melawan Jepang melalui pertempuran berdarah, Bangsa Tionghoa megnhadapi perjuangan untuk membangun sebuah negara seperti apa. Partai Komunis Tiongkok mewakili kepentingan fundamental rakyat di seluruh negeri, dan berusaha untuk membangun Tiongkok demokratis baru yang merdeka, demokratis, dan makmur melalui jalur damai. Kelompok penguasa Kuomintang, yang mewakili kepentingan tuan tanah besar dan borjuis besar, mencoba merebut buah kemenangan dalam Perang Perlawanan melawan Jepang, dan menggunakan perang saudara untuk merampas hak rakyat yang telah mereka peroleh.

Di dalam negeri, Perang Melawan Jepang baru saja berakhir. Tuntutan perdamaian adalah tren umum, dan pelun- curan perang saudara tidak mendapat dukungan. Dalam dunia internasional, Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Inggris tidak setuju dengan perang saudara Tiongkok . Mengingat situasi domestik dan internasional, Chiang Kai-shek menyatakan kesediaannya untuk melakukan negosiasi damai dengan Partai Komunis Tiongkok sambil secara aktif mempersiapkan perang saudara. Pada pertengahan hingga akhir Agustus 1945, dia mengundang Mao Zedong ke Chongqing tiga kali berturut-turut untuk membahas “berbagai masalah penting internasional dan domestik”.

Partai Komunis Tiongkok memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang situasi domestik dan luar negeri serta konspirasi perang saudara Kuomintang pada saat itu, berpendapat harus berpedoman pada situasi, pertama-tama menyerukan keinginan kuat rakyat untuk memulihkan diri setelah perang sekian lama, dan berusaha untuk mencapai kemajuan dan pembangunan Tiongkok melalui jalur damai; pada waktu yang sama, melalui negosiasi untuk mengungkap keinginan KMT untuk melan- carkan perang saudara di bawah topeng perdamaiannya yang palsu, dan berusaha mengulur waktu untuk membuat persiapan. Setelah meneliti berulang kali, Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok memutuskan untuk mengedepankan tiga slogan politik yaitu perdamaian, demokrasi, dan persatuan. Mao Zedong menerima undangan untuk bernegosiasi di Chongqing. Pada saat yang sama, Tentara Rakyat membuat berbagai persiapan untuk perang pertahanan diri. Pada 29 Agustus 1945, Mao Zedong, Zhou Enlai, dan Wang Ruofei memulai negosiasi dengan otoritas Kuomintang. Setelah 43 hari nego- siasi, perwakilan Kuomintang dan Partai Komunis secara resmi menandatangani notulen pembicaraan pada 10 Oktober, yaitu “Perjanjian 10 Oktober”. Otoritas KMT menyatakan bahwa mereka mengakui “kebijakan dasar pembangunan negara yang damai”; menyetujui “kerja sama jangka panjang, dengan tegas menghindari perang saudara, dan membangun Tiongkok baru yang merdeka, bebas, dan makmur”, dan mengadakan konfer- ensi konsultasi politik . Namun pada dua isu fundamental yaitu Tentara Rakyat dan Rezim Kawasan Pembebasan, kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan. “Perjanjian 10 Oktober” adalah dokumen resmi yang dihasilkan melalui konsultasi antara Kuomintang dan Partai Komunis. Penandatanganannya menunda pecahnya perang saudara skala penuh dan membawa harapan bagi pembangunan damai negara setelah perang.

Negosiasi Chongqing dan penandatanganan “Perjanjian 10 Oktober” menunjukkan bahwa pihak Kuomintang mengakui status Partai Komunis Tiongkok dan mengakui pertemuan berbagai pihak, yang mendorong proposisi politik Partai Komunis Tiongkok tentang pembangunan damai Tiongkok baru untuk dipahami oleh rakyat seluruh negeri, dan  mendorong pembentukan front persatuan demokratis, mendorong perkem- bangan gerakan perdamaian dan demokrasi nasional, dan juga meninggalkan pengalaman sejarah yang berharga untuk pembangunan hubungan antara KMT dan Partai Komunis.

重庆谈判

中华民族经过浴血奋战赢得抗日战争胜利后,又面临着建什么国的斗争。中国共产党代表全国广大人民的根本利益,力图通过和平的途径来建设一个独立、民主、富强的新民主主义中国。代表大地主大资产阶级利益的国民党统治集团,企图抢夺抗战胜利果实,用内战的方式来剥夺人民已经取得的权利。

在国内,抗日战争刚刚结束,要求和平是大势所趋,发动内战不得人心;在国际上,美、苏、英三国也不赞成中国内战。蒋介石鉴于国内外形势,在积极准备内战的同时,表示愿意同中国共产党进行和平谈判。1945年8月中下旬,他连续三次电邀毛泽东去重庆,共同商讨“国际国内各种重要问题”。

中国共产党对当时国内外局势和国民党的内战阴谋都有比较清醒的认识,认为应当因势利导,首先反映人民在长期战乱后休养生息的强烈意愿,争取通过和平的途径来实现中国的进步和发展;同时通过谈判揭露国民党假和平真内战的面目,争取时间作好应变准备。经过反复研究,中共中央决定提出和平、民主、团结三大政治口号,毛泽东接受邀请赴重庆谈判,同时人民军队作好进行自卫战争的各种准备。1945年8月29日,毛泽东、周恩来、王若飞与国民党当局开始谈判。经过43天谈判,国共双方代表于10月10日正式签署会谈纪要,即《双十协定》。国民党当局表示承认“和平建国的基本方针”;同意“长期合作,坚决避免内战,建设独立、自由和富强的新中国”,召开政治协商会议等。但在人民军队和解放区政权两个根本问题上,双方未能达成协议。《双十协定》是以国共两党协商的方式产生的一个正式文件,其签订延缓了全面内战的爆发,为战后国内和平发展带来了希望。

重庆谈判及《双十协定》的签订,表明国民党方面承认了中国共产党的地位,承认了各党派的会议,促使中国共产党关于和平建设新中国的政治主张被全国人民所了解,促进了民主统一战线的形成,推动了全国和平民主运动的发展,也为国共两党关系的发展留下了宝贵的历史经验。