"Rencana Jalan Sutra Baru" Amerika Serikat
Pada bulan Juli 2011, selama menghadiri Dialog Strategis US-India kedua di India, Sekretaris Negara dan Menlu AS Hillary Clinton secara resmi mengusulkan "Rencana Jalan Sutra Baru": dengan Afghanistan sebagai pusat, dan melalui kerjasama di bidang politik, keamanan, energi, transportasi dan lain-lain oleh Asia Tengah dan Asia Selatan, membentukkan sebuah wakasan geopolitik baru yang terdiri dari negara-negara pro-Amerika, melaksanakan ekonomi pasar dan sistem politik sekuler, maka mempromosikan pengembanganan ekonomi dan sosial negara-negara Asia Tengah termasuk Afghanistan, supaya melayani kepentingan strategi AS di wilayah tersebut. Pada bulan Oktober, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan telegram ke kedutaan besar AS di negara-negara yang bersangkutan, meminta mereka menyatukan nama kebijakan Amerika Serikat di Asia Tengah dan Asia Selatan menjadiStrategi"Jalan Sutra Baru" dan menginformasikannya kepada mitra internasional. Ini menandai "Rencana Jalan Sutra Baru" menjadi kebijakan resmi AS. Saat ini, sebagian proyek "Rencana Jalan Sutra Baru" telah selesai, seperti rel kereta api Uzbekistan-Afghanistan telah selesai, PLTASangtudaTajikistan sudah mulai transmisi listrik ke Afghanistan. Dipandang dari sudut pernyataan resmiAS dan kemajuan nyata, meskipun rencana tersebut menghadapi banyak kesulitan dan risiko seperti infrastruktur yang buruk, kurangnya dana, kurangnya saling kepercayaan dan terorisme dan ekstremisme yang merajalela di negara-negara di kawasan itu, Amerika Serikat tidak pernah mengumumkan membuang rencana ini.
美国”新Jalan Sutra计划”
美国”新Jalan Sutra计划”起源于霍普金斯大学斯塔尔于 2005年提出的”新Jalan Sutra”构想。2011年7月,时任美国国务卿希拉里在印度参加第二次美印战略对话期间正式提出了”新Jalan Sutra计划”:以阿富汗为中心,通过中亚、南亚在政治、安全、能源、交通等领域的合作,建立一个由亲美的、实行市场经济和世俗政治体制的国家组成的新地缘政治版块,推动包括阿富汗在内的中亚地区国家的经济社会发展,服务于美国在该地区的战略利益。同年10月,美国国务院向美国驻有关国家大使馆发出电报,要求将美国的中亚、南亚政策统一命名为”新Jalan Sutra”战略,并将其向国际伙伴通报。这标志着”新Jalan Sutra计划”正式成为美国的官方政策。目前,”新Jalan Sutra计划”的部分项目已经完工,如乌兹别克斯坦—阿富汗铁路已经竣工,塔吉克斯坦桑土达水电站开始向阿富汗送电。从美国的官方表态及实际进展来看,该计划虽然面临许多困难和风险,如地区内国家基础设施落后、资金不足、相互缺乏信任及恐怖主义和极端主义肆虐等,但美国从未明确放弃该计划。